Sebagian besar korban erupsi Gunung Merapi merupakan korban  ganasnya awan panas yang dimuntahkan gunung setinggi 2.968 meter di  perbatasan Jawa Tengah-Yogyakarta tersebut.
Awan panas yang juga  sering disebut warga sebagai “Wedhus Gembel” tersebut suhunya dapat  mencapai 1.000-1.100°C saat keluar kawah, dan ketika menerjang  permukiman suhunya menjadi sekitar 500-600°C.
Ketua Pusat  Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVG) Surono mengungkapkan  kecepatan luncuran “Wedhus Gembel” tersebut ditaksir mencapai 200  km/jam.
“Karena gerakan dari muntahan Merapi tersebut  bergumpal-gumpal dan berwarna keputihan dan dari jarak jauh seperti bulu  wedhus [domba] gembel maka warga setempat menamakannya Wedhus Gembel,”  ujar Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian  (BPPTK) Yogyakarta Subandriyo.
Secara umum kandungan “Wedhus  Gembel” yang nama ilmiahnya pyroclastic density flow adalah zat padat  (debu vulkanik dengan ukuran mulai dari ash sampai lapili), dan fase gas  (CO2, sulfur, chlor, uap air dan lainnya) yang bercampur udara.
Pada  Gunung Merapi, awan panas terbentuk oleh mekanisme guguran lava baru,  sering disebut "nuee ardante d' avalance". Awan panas jenis ini akan  mengalir melalui zona lembah sungai dan kanan/ kirinya, mengikuti arah  aliran dari luncuran lava pada dasar lembah.
Dalam situs  volcanolive.com, pakar vulkanologi John Seach menyebutkan, Merapi  merupakan satu gunung yang paling aktif dan berbahaya di dunia.
Merapi  memiliki kubah lava dan selalu meletus dalam jangka satu sampai lima  tahun, menjadikannya gunung paling aktif di Indonesia. John Seach telah  mendokumentasikan aktivitas 180 gunung di seluruh belahan bumi, dan  menurutnya Merapi menghasilkan awan panas lebih banyak dari gunung mana  pun di dunia.
Dalam situsnya, Seach juga mengungkapkan bahwa  gerakan awan panas Merapi mencapai 7 hingga 13 kilometer dari puncak.  Sehingga warga yang berada pada radius tersebut harus segera menjauhi  puncak dan mencari lokasi yang aman bila aktivitas Gunung Merapi  meningkat.
Gunung Merapi terakhir meletus empat tahun lalu,  tepatnya pada 8 Juni 2006 pukul 09.03 WIB Merapi meletus dengan  menyemburkan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng  panik dan melarikan diri ke tempat aman.
Saat itu pemerintah  meminta 17.000 warga di lereng Merapi untuk mengungsi. Jatuh 2 orang  korban yang berlindung dalam bunker di Kawasan Wisata Kaliadem,  Kaliurang.
Sejarah mencatat letusan besar Merapi terjadi pada  1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Pada 1930, “Wedhus Gembel” memakan  korban 1.370 orang di 13 desa di sekitar Merapi. Letusan terbesarnya  terjadi pada 1006 yang menyebabkan seluruh Jawa tertutup abu.
Berdasarkan  catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Gunung Merapi  mulai aktif sejak tahun 1006 saat terjadi letusan pertamanya. Rata-rata  Merapi meletus dalam siklus pendek yang terjadi setiap antara 2 – 5  tahun dan siklus menengah setiap 5 – 7 tahun.
Siklus terpanjang  pernah tercatat setelah mengalami istirahat selama lebih dari 30 tahun,  yaitu pada masa awal keberadaannya sebagai gunung api. Memasuki abad  ke-16, siklus terpanjang Merapi dicapai selama 71 tahun ketika jeda  ketika meletus pada tahun 1587 dan meletus kembali di 1658.
Hampir  setiap letusan Gunung Merapi, terutama sejak diamati dengan seksama  pada tahun 80-an, selalu diawali dengan gejala yang jelas.
Secara  umum peningkatan kegiatan diawali dengan terekamnya gempabumi  vulkanik-dalam (tipe A) disusul kemudian munculnya gempa  vulkanik-dangkal (tipe B) sebagai realisasi migrasinya fluida ke arah  permukaan.
Ketika kubah mulai terbentuk, gempa fase banyak (MP)  mulai terekam diikuti dengan makin besarnya jumlah gempa guguran akibat  meningkatnya guguran lava. Dalam kondisi demikian, tubuh Merapi mulai  terdesak dan mengembang yang dimonitor dengan pengamatan deformasi.
Bagi  anda yang ingin mengenal lebih jauh tentang Gunung Merapi, maka berita  ini dikira sangat tepat anda baca. Sebab dari pemberitaan yang  dipublikasikan oleh situs liputan6.com dengan judul 
"Mengenal Lebih Dekat Merapi"  ini dapat kiranya membantu kita bagi yang belum begitu kenal betul  dengan Gunung Merapi selama ini dapat lebih mengenal tentang salah satu  gunung yang berstatus paling aktif di Indonesia itu.
Merapi  adalah satu dari puluhan gunung berapi di Indonesia yang terletak di  perbatasan Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Magelang, Jawa Tengah.  Cerita sejarah gunung ini menarik untuk diketahui sebagai pengetahuan,  terutama bagi Anda yang awam vulkanologi. Berikut tulisannya yang belum  lama ini dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.
Menurut  ahli vulkanologi Berthommier, berdasarkan studi stratigrafi, sejarah  geologi Merapi dapat dibagi atas empat bagian, yakni:
Pertama, Pra-Merapi (400 Ribu Tahun Lampau)
Pada  masa ini, Merapi disebut "saudara kembar" Gunung Bibi yang memliki  kandungan magma andesit basaltik berumur sekitar 700 ribu tahun. Puncak  Bibi mempunyai ketinggian sekitar 2.050 meter dari atas permukaan laut  (mdpl) yang sejajar dengan puncak Merapi berjarak sekitar 2,5 kilometer.
Karena  umurnya yang sangat tua, bebatuan Gunung Bibi mengalami perubahan  komposisi mineralogi batuan atau alterasi yang sangat kuat sehingga  berubah bentuk menjadi batuan mineral.
Kedua, Merapi Tua (Sekitar 60 Ribu Hingga Delapan Ribu Tahun Silam)
Pada  masa ini mulai lahir yang dikenal sebagai Gunung Merapi yang merupakan  fase awal membentuk kerucut walaupun belum sempurna. Ekstrusi awalnya  berupa lava basaltik yang membentuk Gunung Turgo dan Plawangan berumur  sekitar 40 ribu tahun lalu. Produk aktivitasnya terdiri dari batuan  dengan komposisi andesit basaltic berupa awan panas, breksiasi lava  hingga lahar.
Ketiga, Merapi Pertengahan (Sekitar Delapan Ribu Hingga Dua Ribu Tahun Silam)
Masa  ini terjadi beberapa lelehan lava andesitik yang menyusun bukit  Batulawang dan Gajahmungkur, yang saat ini tampak di lereng utara  Merapi.
Batuannya terdiri dari aliran lava, breksiasi lava dan  awan panas. Aktivitas Merapi dicirikan dengan letusan efusif (lelehan)  dan eksplosif. Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif ke arah barat  yang meninggalkan morfologi tapal kuda sepanjang tujuh kilometer,  dengan lebar satu hingga dua kilometer dengan beberapa bukit di lereng  barat. Pada periode ini terbentuk Kawah Pasarbubar.
Keempat, Fase Merapi Baru (Sejak Dua Ribu Tahun Lalu Hingga Sekarang)
Pada  masa ini, di dalam kawah Pasarbubar terbentuk kerucut puncak Merapi  yang kini disebut Gunung Anyar, pusat aktivitas Merapi. Alhasil,  ketinggian puncak Merapi naik mencapai 2.968 mdpl. Sempat terjadi  letusan besar Merapi lima ratus tahun silam sehingga menutupi Candi  Sambisari yang terletak kurang lebih 23 kilometer sebelah selatan  Merapi.
Sejak memasuki fase baru, letusan yang sebelumnya  bersifat letusan perlahan atau efusif berubah menjadi letusan kencang  atau eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkan kubah lava. Alhasil,  beberapa kali letusan kecil terjadi tiap dua atau tiga tahun, dan yang  lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Tercatat, terjadi letusan Merapi  yang berdampak sekitar 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930.
Pada  November 1994, Merapi kembali aktif "batuk" yang mengeluarkan embusan  awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban  puluhan jiwa manusia. Sejak saat itu, aktivitas tinggi letusan kecil  berlangsung terus-menerus dan mulai mereda 2003 lalu. Namun, sekitar 4  Juni 2006, Merapi meletus kembali, yang ditandai dengan beberapa kali  terjadi gempa dan deformasi hingga memakan korban jiwa.
Kini,  Merapi kembali mengamuk mengeluarkan awan panas disertai abu vulkanik  atau wedus gembel bersuhu 600 derajat Celsius memakan korban sedikitnya  15 orang tewas, termasuk satu di antaranya Mbah Maridjan, Juru Kunci  Gunung Merapi.
SEJAK  tahun 2006 nama Mbah Maridjan terkenal hingga pelosok Indonesia,  bagaimana tidak hampir semua media baik cetak maupun elektronik menyorot  keinginan kuat juru kunci Gunung Merapi itu untuk bertahan di tempat  tinggalnya yang berada di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan,  Kabupaten Sleman saat Gunung Merapi meletus.
Saat  itu Mbah Maridjan selamat dari amuk gunung yang "dijaganya", namun saat  Merapi meletus kembali kemarin  pada 26 Oktober 2010 pukul 17.05 WIB  Mbah Maridjan dengan puluhan orang lainnya menjadi korban ganasnya  luncuran awan panas atau sering disebut "wedhus gembel" karena wujudnya  menyerupai buklu domba
Kemarin tim evakuasi  dibawah pimpina Kol (L) Pramono menemukan jenazah yang diduga Mbah  Maridjan dalam posisi bersujud di salah satu ruang di rumahnya.